MAKALAH
PEMEROLEHAN
BAHASA PERTAMA ANAK USIA 3,2 TAHUN
disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik
Dosen Pengampu :
Khusnul Khotimah, M.Pd.
Oleh
Kartika Dewi (1513500067)
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2015
Abstrak
Pemerolehan
bahasa pertama (bahasa jawa) akan diteliti pada seorang anak perempuan bernama
Rifa. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode simak dan cakap. Data
yang dihimpun berupa tuturan lisan objek penelitian dengan lawan tuturnya dalam
suatu percakapan langsung. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
mencermati pemerolehan bahasa anak usia 3 tahun. Pemerolehan bahasa pada anak
usia 1 – 3 tahun merupakan proses yang bersifat fisik dan psikhis. Secara
fisik, kemampuan anak dalam memproduksi kata-kata ditandai oleh perkembangan
bibir, lidah, dan gigi mereka yang sedang tumbuh. Kemampuan mengucapkan dan
memahami arti kata juga tidak lepas dari kemampuan mendengarkan, melihat, dan
mengartikan simbol-simbol bunyi dengan kematangan otaknya. Secara psikhis,
kemampuan memproduksi kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh
situasi emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Pemerolehan bahasa
yang dimaksud mencakup tataran fonologi, semantik, dan sintaksis.
Kata kunci
: pemerolehan bahasa
PENDAHULUAN
Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang
sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa
pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada
bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian
mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai permulaan yang mendadak
tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang
muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya
dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan
ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara
otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa anak yang
bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori
kognitif ‘ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa ilmiah,
seperti kata, ruang, modalitas, dan kasualitas. Persyaratan-persyaratan
kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan
bahasa kedua dari pada dalam pemerolehan bahasa pertama.
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama anak usia 3,2 tahun? Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pemerolehan bahasa pertama anak usia 3,2 tahun.Objek dalam penelitian ini yaitu seorang anak perempuan
bernama Riskiana Fajriyah (Rifa).Penelitian ini diharapkan sebagai salah
satu bahan informasi dalam hal penelitian tentang pemerolehan bahasa anak.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau
akuisisi bahasa menurut Maksan (1993) adalah suatu proses penguasaan bahasa
yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit dan informal. Stork
dan Widdowson (1974) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi
bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya.
Kelancaran bahasa anak dapat diketahui dari perkembangan bahasanya. Oleh karena
itu, dalam akuisisi bahasa, perkembangan dan penguasaan anak diperoleh dari lingkungannya
dan bukan karena sengaja mempelajarinya. Bahasa anak berkembang karena
lingkungannya. Huda (1987) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses
alami di dalam diri seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya
didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan bahasa
itu.
2. Proses
Pemerolehan Bahasa Pertama
Proses
anak mulai mengenal dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan
pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang
sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa
pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada
bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian
mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai permulaan yang
mendadak tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang
gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif
pralinguistik.
Pemerolehan
bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan
karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial.
Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak
menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Sejak dari bayi telah berinteraksi di
dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi kesempatan kepada
bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi pertama
kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia adalah tempat orang saling berbagi rasa.
3.
Teori-teori Pemerolehan Bahasa Pertama
a. Teori
Behaviorirme
Teori
behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung
dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan
reaksi (response ). Perilaku
bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa anak yang lahir tidak membawa kapasitas
atau potensi bahasa.
b.
Teori Nativisme
Menurut
aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil
dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melaui “peniruan”. Nativisme juga
percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk
memperoleh bahasa (Language Acquisition Device, disingkat LAD). Mengenai bahasa
apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh
masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh
bahasa.
c.
Teori Kognitivisme
Menurut
teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan
kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa.
Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya mengenal
benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah
dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai
menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya.
d.
Teori Interaksionisme
Teori
interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi
antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan
bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan
kemampuan internal yang dimiliki pembelajar.
4.
Tahap Perkembangan
Bahasa
a. Tahap
Pralinguistik (0-12 bulan)
Pada umur
sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan,
rengekan, dengkur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi
konsonsonan atau vokal. Pada umur sekitar 5 bulan, bayi mulai mengoceh (babling). Celotehan merupakan
ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da.
b. Tahap Satu
Kata Atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12
dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak
untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini
pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk
makna yang sama. Satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap.
Misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini). “Ma” (Saya
mau mama ada di sini).
c. Tahap Dua
Kata
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-24 bulan.
Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa
ikut. Kalau pada tahap holofratis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu
dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus
ditafsirkan sesuai dengan konteksnya.
d. Tahap Banyak
Kata
Pada usia 3-5 tahun, anak sudah mampu membentuk
kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak
berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan
kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
5.
Data dan deskripsi data
Data yang diperoleh
peneliti adalah data berupa ujaran anak usia 3,2 tahun, dengan identitas
sebagai berikut :
Nama :
Riskiana Fajriyah
Tempat, Tgl Lahir : Brebes, 18 September 2012
Umur : 3,2 Tahun
Nama Orang Tua : a. Ayah : Imam Rojikin
b. Ibu :
Uci Ningsih
Alamat : Ds. Sigentong-Wanasari-Brebes-
Jawa Tengah
Berikut ini adalah beberapa dialog antara peneliti dan objek penelitian
:
Tika : lilik esuk pan pasar.
Rifa : melu lilik? enong pan melu patay
Tika : iya engko melu.
Rifa : Lik, ana bocah tekola tuku akim
Tika : ndi nok?
Rifa : Kae nang dalan
Tika : nok miki nangis nang apa?
Rifa : Tiba, tiba yaya lik. Maku, maku egot
teyus tiba.
Tika : oh...mlakune sing ati-ati oh nok, aja
serakat.
Rifa : enong oya teyakat.
Tika : nok, lilik jukutna teh gelas nang
kulkas!
Rifa : lik, ke. Ke te gelas.
Tika : nok engko sekolahe karo sapa?
Rifa : kayo lilik.
Tika : sekolahe nang ndi nok?
Rifa : Enong pan tekola peyek uma mba muy.
Tika : aduh...
Rifa : nang apa lik?
Tika : keperang lading nok. Nok wis mangan?
Rifa : duyung.
Tika : pan mangan karo lilik?
Rifa : yaya lik? Lik iyeng poto bang yangga.
Tika : ora lara. Anggere karo mangan ya..
Rifa : iya mangang.
Tika: lauhe apa nok?
Rifa : tempe goyeng. Nginung banyu puti lik.
Tika : melu nok?
Rifa : mendi lik?
Tika : Wakhidin nok.
Rifa : maidin...enong pan tuku kambi mata.
Berdasarkan data di atas,
terjadiperubahan fonem /f/ menjadi /p/ yaitu dari /foto/ menjadi /poto/.
Hilangnya fonem /l/, /h/, /y/, /kh/ yaitu dari /klambi/ menjadi /kambi/,
/putih/ menjadi /puti/, /enyong/ menjadi /enong/, /wakhidin/ menjadi /maidin/,
/keh/ menjadi /ke/, /teh/ menjadi /te/, dan /mlaku/ menjadi /maku/. Perubahan
fonem /n/ menjadi /ng/ yaitu dari /mangan/ menjadi /mangang/.
Sebenarnya pada pola-pola tertentu Rifa bisa
melafalkan huruf-huruf tersebut mungkin pada kata-kata yang mudah
diucapkan, namun pada kosakata yang lebih rumit ia belum mampu
melafalkan beberapa huruf seperti yang sudah disebutkan. Contoh pada kata
/lara/ ia tidak bisa melafalkan huruf karena
mungkin baginya huruf /l/, /r/ masih sulit untuk dilafalkan sehingga ia lebih
memilih melafalkannya dengan huruf /y/ pada kata /lara/, ia hanya mampu
mengucapkan dengan kata /yaya/, dari /terus/ menjadi /teyus/,
/banjir/ menjadi /banjiy/, /karo/ menjadi /kayo/, /durung/ menjadi /duyung/,
/jarene/ menjadi /jayene/, /lara/ menjadi /yaya/, /perek/ menjadi /peyek/,
/ngileng/ menjadi /iyeng/.
Rifa lebih sering menukar huruf /s/menjadi
huruf /t/ Karena mungkin dia sudah terbiasa dan menganggap fonem /t/ lebih
mudah dilafalkan daripada fonem /s/. Contohnya pada kata /pasar/ Rifa hanya
mampu mengucapkan kata /patay/. /sekola/ menjadi /tekola/, dan /serakat/ menjadi
/teyakat/. Rifa yang berumur 3,2 tahun pada umumnya sudah mampu menyusun kalimat
dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa anak usia 3 tahun tuturannya
lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Begitu juga dengan Rifa, ia
tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih, contohnya
pada dialog diatas.
1. Kalimat Satu Kata (bahasa satu kata)
Oya ‘tidak’
agi ‘lagi’
melu ‘ikut’
maku ‘jalan’
poto ‘foto’
mata ‘marsha’
dalan ‘jalan’
2. Kalimat Dua Kata (bahasa dua kata)
Oya yaya ‘tidak sakit’
Kaline banjiy ‘sungainya
banjir’
Tuku jajan ‘beli snack’
Oya teyakat ‘tidak bandel’
3. Kalimat banyak Kata (bahasa banyak kata)
Melu patay lilik ‘ikut ke
pasar tante’
Maying yita mol ‘ke rita
mall’
Tuku kambi mata ‘beli baju
marsha’
Ke te gelase ‘ini teh
gelasnya’
iyeng poto bang yangga
‘lihat fotonya abang rangga’
Nginung banyu puti lik
‘minum air putih tante’
Enong tekolane kayo lilik
‘saya sekolahnya sama tante’
Lik, ana bocah tekola tuku akim ‘tante, ada
anak sekolah beli ice cream’
1. Simpulan
Pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa anak yang
dilakukan secara alami yang diperolehnya dari lingkungannya dan bukan karena
sengaja mempelajarinya. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan dari hasil
kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan bahasa itu. Seorang anak yang
berumur 3,2 tahun tergolong sudah mampu berujar dan bercakap-cakap. Hanya saja
dalam segi fonologi, masih tergolong kurang untuk melafalkan bunyi-bunyi
tertentu. Namun pada segi sintaksis, seorang anak sudah mampu berujar sesuai
dengan struktur sintaksis, dapat dipahami maknanya dan dia pun mampu memahami
makna yang diucapkan lawan bicaranya sehingga lancar dalam berkomunikasi.
Pemerolehan bahasa anak usia 3 tahun berada pada tahap perkembangan kalimat.
Anak sudah mengenal pola dialog, sudah mengerti kapan gilirannya berbicara dan
kapan giliran lawan tuturnya berbicara.
2. Saran
Ketika
pada masa peniruan, si anak akan mencoba meniru ucapan yang diujarkan orang
dewasa. Untuk itu orang dewasa dalam berujar ketika sedang bersama dengan anak
kecil haruslah menggunakan bahasa yang baik agar si anak meniru bahasa yang baik
itu. Kita sebagai orang dewasa harus mampu menggunakan bahasa yang baik dan
benar karena hal tersebut akan sangat berpengaruh pada saat kita bertindak ujar
ketika berhadapan dengan anak-anak yang akan menirukan gaya kita, ucapan,
maupun ekspresi wajah kita. Sebagai orang dewasa yang mengerti dan peduli
terhadap pertumbuhan anak dalam berbahasa, sebaiknya kita tindak lanjuti bagi
siapa saja orang yang bertutur tidak baik dihadapan anak-anak.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar