Rabu, 08 Juni 2016

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA RISKIANA FAJRIYAH USIA 3,2 TAHUN




MAKALAH
PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 3,2 TAHUN
disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik
Dosen Pengampu : Khusnul Khotimah, M.Pd.

Oleh
Kartika Dewi (1513500067)


PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2015


Abstrak

Pemerolehan bahasa pertama (bahasa jawa) akan diteliti pada seorang anak perempuan bernama Rifa. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode simak dan cakap. Data yang dihimpun berupa tuturan lisan objek penelitian dengan lawan tuturnya dalam suatu percakapan langsung. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mencermati pemerolehan bahasa anak usia 3 tahun. Pemerolehan bahasa pada anak usia 1 – 3 tahun merupakan proses yang bersifat fisik dan psikhis. Secara fisik, kemampuan anak dalam memproduksi kata-kata ditandai oleh perkembangan bibir, lidah, dan gigi mereka yang sedang tumbuh. Kemampuan mengucapkan dan memahami arti kata juga tidak lepas dari kemampuan mendengarkan, melihat, dan mengartikan simbol-simbol bunyi dengan kematangan otaknya. Secara psikhis, kemampuan memproduksi kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan oleh situasi emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Pemerolehan bahasa yang dimaksud mencakup tataran fonologi, semantik, dan sintaksis.

Kata kunci : pemerolehan bahasa

PENDAHULUAN
Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai permulaan yang mendadak tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai bahasa anak yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh ‘kategori-kategori kognitif ‘ yang mendasari berbagai makna ekspresif bahasa-bahasa ilmiah, seperti kata, ruang, modalitas, dan kasualitas. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua dari pada dalam pemerolehan bahasa pertama.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemerolehan bahasa pertama anak usia 3,2 tahun? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemerolehan bahasa pertama anak usia 3,2 tahun.Objek dalam penelitian ini yaitu seorang anak perempuan bernama Riskiana Fajriyah (Rifa).Penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan informasi dalam hal penelitian tentang pemerolehan bahasa anak.

PEMBAHASAN

1.    Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa menurut Maksan (1993) adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit dan informal. Stork dan Widdowson (1974) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya. Kelancaran bahasa anak dapat diketahui dari perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, dalam akuisisi bahasa, perkembangan dan penguasaan anak diperoleh dari lingkungannya dan bukan karena sengaja mempelajarinya. Bahasa anak berkembang karena lingkungannya. Huda (1987) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan bahasa itu. 
2.    Proses Pemerolehan Bahasa Pertama
Proses anak  mulai mengenal dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi dari pada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, pemerolehan mempunyai permulaan yang mendadak tiba-tiba. Kedua, pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
Pemerolehan bahasa pertama erat sekali kaitannya dengan perkembangan sosial anak dan karenanya juga erat hubungannya dengan pembentukan identitas sosial. Mempelajari bahasa pertama merupakan salah satu perkembangan menyeluruh anak menjadi anggota penuh suatu masyarakat. Sejak dari bayi telah berinteraksi di dalam lingkungan sosialnya. Seorang ibu seringkali memberi kesempatan kepada bayi untuk ikut dalam komunikasi sosial dengannya. Kala itulah bayi pertama kali mengenal sosialisasi, bahwa dunia adalah tempat orang saling berbagi rasa.
3.    Teori-teori Pemerolehan Bahasa Pertama
a.    Teori Behaviorirme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response ). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Aliran behaviorisme mengatakan bahwa anak yang lahir tidak membawa kapasitas atau potensi bahasa.
b.    Teori Nativisme
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melaui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (Language Acquisition Device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa.
c.    Teori Kognitivisme
Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya.
d.   Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara  kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar.
4.    Tahap Perkembangan Bahasa
a.    Tahap Pralinguistik (0-12 bulan)
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dengkur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonsonan atau vokal. Pada umur sekitar 5 bulan, bayi mulai mengoceh (babling). Celotehan merupakan ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da.
b.    Tahap Satu Kata Atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai  sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Satu kata yang diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap. Misalnya “mam” (Saya minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini). “Ma” (Saya mau mama ada di sini).
c.    Tahap Dua Kata
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-24 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap holofratis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya.
d.   Tahap Banyak Kata
Pada usia 3-5 tahun, anak sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
5.    Data dan deskripsi data
Data yang diperoleh peneliti adalah data berupa ujaran anak usia 3,2 tahun, dengan identitas sebagai berikut :
Nama                           : Riskiana Fajriyah
Tempat, Tgl Lahir         : Brebes, 18 September 2012
Umur                           : 3,2 Tahun
Nama Orang Tua         : a. Ayah          : Imam Rojikin
b. Ibu             : Uci Ningsih
Alamat                         : Ds. Sigentong-Wanasari-Brebes- Jawa Tengah
Berikut ini adalah beberapa dialog antara peneliti dan objek penelitian :
Tika : lilik esuk pan pasar.
Rifa : melu lilik? enong pan melu patay
Tika : iya engko melu.
Rifa : Lik, ana bocah tekola tuku akim
Tika : ndi nok?
Rifa : Kae nang dalan
Tika : nok miki nangis nang apa?
Rifa : Tiba, tiba yaya lik. Maku, maku egot teyus tiba.
Tika : oh...mlakune sing ati-ati oh nok, aja serakat.
Rifa : enong oya teyakat.
Tika : nok, lilik jukutna teh gelas nang kulkas!
Rifa : lik, ke. Ke te gelas.
Tika : nok engko sekolahe karo sapa?
Rifa : kayo lilik.
Tika : sekolahe nang ndi nok?
Rifa : Enong pan tekola peyek uma mba muy.
Tika : aduh...
Rifa : nang apa lik?
Tika : keperang lading nok. Nok wis mangan?
Rifa : duyung.
Tika : pan mangan karo lilik?
Rifa : yaya lik? Lik iyeng poto bang yangga.
Tika : ora lara. Anggere karo mangan ya..
Rifa : iya mangang.
Tika: lauhe apa nok?
Rifa : tempe goyeng. Nginung banyu puti lik.
Tika : melu nok?
Rifa : mendi lik?
Tika : Wakhidin nok.
Rifa : maidin...enong pan tuku kambi mata.

Berdasarkan data di atas, terjadiperubahan fonem /f/ menjadi /p/ yaitu dari /foto/ menjadi /poto/. Hilangnya fonem /l/, /h/, /y/, /kh/ yaitu dari /klambi/ menjadi /kambi/, /putih/ menjadi /puti/, /enyong/ menjadi /enong/, /wakhidin/ menjadi /maidin/, /keh/ menjadi /ke/, /teh/ menjadi /te/, dan /mlaku/ menjadi /maku/. Perubahan fonem /n/ menjadi /ng/ yaitu dari /mangan/ menjadi /mangang/.
Sebenarnya pada pola-pola tertentu Rifa bisa melafalkan huruf-huruf tersebut mungkin pada kata-kata yang mudah diucapkan,  namun pada kosakata yang lebih rumit ia belum mampu melafalkan beberapa huruf seperti yang sudah disebutkan. Contoh pada kata /lara/ ia tidak bisa melafalkan huruf  karena mungkin baginya huruf /l/, /r/ masih sulit untuk dilafalkan sehingga ia lebih memilih melafalkannya dengan huruf /y/ pada kata /lara/, ia hanya mampu mengucapkan dengan kata /yaya/, dari /terus/ menjadi /teyus/, /banjir/ menjadi /banjiy/, /karo/ menjadi /kayo/, /durung/ menjadi /duyung/, /jarene/ menjadi /jayene/, /lara/ menjadi /yaya/, /perek/ menjadi /peyek/, /ngileng/ menjadi /iyeng/.
Rifa lebih sering menukar huruf /s/menjadi huruf /t/ Karena mungkin dia sudah terbiasa dan menganggap fonem /t/ lebih mudah dilafalkan daripada fonem /s/. Contohnya pada kata /pasar/ Rifa hanya mampu mengucapkan kata /patay/. /sekola/ menjadi /tekola/, dan /serakat/ menjadi /teyakat/. Rifa yang berumur 3,2 tahun pada umumnya sudah mampu menyusun kalimat dengan baik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa anak usia 3 tahun tuturannya lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur. Begitu juga dengan Rifa, ia tidak lagi menggunakan hanya dua kata, tetapi tiga kata atau lebih, contohnya pada dialog diatas.
1. Kalimat Satu Kata (bahasa satu kata)
Oya ‘tidak’
agi ‘lagi’
melu ‘ikut’
maku ‘jalan’
poto ‘foto’
mata ‘marsha’
dalan ‘jalan’
2. Kalimat Dua Kata (bahasa dua kata)
Oya yaya ‘tidak sakit’
Kaline banjiy ‘sungainya banjir’
Tuku jajan ‘beli snack’
Oya teyakat ‘tidak bandel’
3. Kalimat banyak Kata (bahasa banyak kata)
Melu patay lilik ‘ikut ke pasar tante’
Maying yita mol ‘ke rita mall’
Tuku kambi mata ‘beli baju marsha’
Ke te gelase ‘ini teh gelasnya’
iyeng poto bang yangga ‘lihat fotonya abang rangga’
Nginung banyu puti lik ‘minum air putih tante’
Enong tekolane kayo lilik ‘saya sekolahnya sama tante’
Lik, ana bocah tekola tuku akim ‘tante, ada anak sekolah beli ice cream’











PENUTUP
1.    Simpulan
Pemerolehan bahasa adalah suatu proses penguasaan bahasa anak yang dilakukan secara alami yang diperolehnya dari lingkungannya dan bukan karena sengaja mempelajarinya. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan dari hasil kontak verbal dengan penutur asli di lingkungan bahasa itu. Seorang anak yang berumur 3,2 tahun tergolong sudah mampu berujar dan bercakap-cakap. Hanya saja dalam segi fonologi, masih tergolong kurang untuk melafalkan bunyi-bunyi tertentu. Namun pada segi sintaksis, seorang anak sudah mampu berujar sesuai dengan struktur sintaksis, dapat dipahami maknanya dan dia pun mampu memahami makna yang diucapkan lawan bicaranya sehingga lancar dalam berkomunikasi. Pemerolehan bahasa anak usia 3 tahun berada pada tahap perkembangan kalimat. Anak sudah mengenal pola dialog, sudah mengerti kapan gilirannya berbicara dan kapan giliran lawan tuturnya berbicara.
2.    Saran
Ketika pada masa peniruan, si anak akan mencoba meniru ucapan yang diujarkan orang dewasa. Untuk itu orang dewasa dalam berujar ketika sedang bersama dengan anak kecil haruslah menggunakan bahasa yang baik agar si anak meniru bahasa yang baik itu. Kita sebagai orang dewasa harus mampu menggunakan bahasa yang baik dan benar karena hal tersebut akan sangat berpengaruh pada saat kita bertindak ujar ketika berhadapan dengan anak-anak yang akan menirukan gaya kita, ucapan, maupun ekspresi wajah kita. Sebagai orang dewasa yang mengerti dan peduli terhadap pertumbuhan anak dalam berbahasa, sebaiknya kita tindak lanjuti bagi siapa saja orang yang bertutur tidak baik dihadapan anak-anak.

           

LAMPIRAN





Tidak ada komentar:

Posting Komentar